TAKHRIJ
HADIS
( ( يلتمس فيه علما
A. Pendahuluan
Hadis adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, serta taqrir,
nabi Muhammad Saw. hadis juga merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah
Alquran. Di dalam Alquran tentunya tidak ada permasalahan yang signifikan, hal
ini dikarenakan Alquran merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan Allah untuk
nabi Muhammad Saw. berbeda dengan hadis, di dalam memahami hadis tentunya
banyak persoalan yang perlu di kaji, baik dari segi periwayatannya
(sanad) atau pun isi hadis tersebut. Dan hal ini perlu adanya penelitian di
dalam menentukan kualitas hadis yang sahih.
Takhrij Hadis merupakan salah satu metode (cara) untuk mengetahui jalannya
sanad hadis, sehingga kita dapat memahami dari mana hadis tersebut
diriwayatkan. Hal ini agar bisa di ketahui bahwa hadis tersebut datangnya Nabi
saw. urgensi di dalam mempelajari takhrij hadis juga adalah memberikan
kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa h suatu hadis
adalah hadis maqbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak
mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak).
Di dalam makalah ini kami akan menjelaskan, tentang defenisi takhrij hadis,
metode takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan di dalam mentakrij hadis, dan
contoh mentakhrij hadis dengan mengambil satu penggalan hadis. Mudah-mudahan
isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pemakalah pribadi, dan umumnya
memberikan dampak yang positif di dalam mengkaji hadis bagi para pembaca
sekalian.
B. Defenisi Takhrij Hadis
Takhrij menurut
bahasa mempunyai beberapa makna, yang paling mendekati disini adalah berasal
dari Kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah,
dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya menampakkan dan
memperlihatkannya, dan al-makhraj artinya tempat keluar, dan akhraja
al-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada
orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Sedangkan hadis adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa,
perkataan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum
kenabian atau sesudahnya.
Secara umum, Takhrij Hadis adalah segala yang menunjukkan tempat hadis
pada sumber aslinya serta yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan
menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
al-Thahhan, di dalam kitabnya Ushul al-Takhrij, mendefinisikan takhrij
hadis adalah: “menunjukkan atau mengemukakan letak asal Hadis pada
sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan Hadis itu secara lengkap
dengan sanadnya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan”.
Yang dimaksud dengan menunjukkan letak hadis dalam defenisi di atas adalah,
menyebutkan berbagai kitab yang didalamnya terdapat hadis tersebut. Seperti
hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab Sahih-nya,
atau oleh al-Thabrani di dalam Mu’jam-nya, atau oleh al-Thabari di dalam
Tafsir-nya, atau kitab-kitab sejenis yang memuat hadis tersebut.
Sedangkan yang dimaksud “sumber-sumber hadis yang asli”, adalah kitab-kitab
hadis yang menghimpun hadis-hadis Nabi Saw yang diperoleh oleh penulis kitab
tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya, sampai kepada Nabi saw.
kitab-kitab tersebut adalah seperti al-Kutub al-Sittah, Muwaththa’
Malik, Musnad Imam Ahmad, dan Kitab Sunan al-Darimi
Yang dimaksud dengan “menjelaskan status dan kualitas hadis tersebut ketika
dibutuhkan”, adalah menjelaskan kualitas hadis hadis tersebut apakah sahih,
hasan, dan dha’if apabila hal tersebut diperukan. Oleh
karenanya, menjelaskan status dan tingkatan hadis bukanlah sesuatu yang asasi
di dalam takhrij, namun hanyalah sebagai penyempurna yang akan
dijelaskan manakala diperlukan.
Dari defenisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari takhrij hadis adalah:
peneslusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya
yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
C. Metode-metode yang Digunakan Di
dalam takhrij Hadis
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu:
1. Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan
Hadis.
Metode ini
tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini
dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah,
seperti hadis-hadis yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’,
dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih
dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij-nya,
setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij
yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.
Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ
يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini
adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan
begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
1) Lafaz pertama
dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
2) Kemudian
mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
3) Berikutnya
mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan
demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan
hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
1) Al-Jami’
al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan
al-Suyuthi (w.911 H).
2) Al-Fath
al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan
al-Suyuthi.
3) Jam’al-jawawi’
aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
4) Al-Jami’
al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
5) Hidayat al-Bari
ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar
al-Thahawi (w.1365).
6) Mu’jam jami’
al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn
al-Atsir al-Jazari.
2. Takhrij Melalui
Kata-kata dalam Matan hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang
terdapat dalam matan hadis, baik berupa isim atau fiil.
Hadis-hadis yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadis, dan
para ulama yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang
dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan hadis-hadis tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala
menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan
jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadis berikut:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ صَلاَةً مِنْ غَيْرِ طَهُوْرٍ , وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُوْلٍ
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat
ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin.
Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata ghululin karena kata tersebut jarang adanya ketimbang
kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di sebabkan agar mudah di dalam
mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.
3. Takhrij Melalui
Perawi Hadis Pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis,
baik perawi tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil
sampai kepada Nabi saw, atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis
tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode
ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi pertama
tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini adalah
mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij,
dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara
hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah
kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang
menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya
menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya
dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh
sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf
al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf
al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun
berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap
sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu
dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan
tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada
diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat
sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad
sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin
masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang
sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak
diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang
sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadis-hadis sahih, hasan, dan
dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya
tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. Takhrij
Berdasarkan Tema Hadis
Metode ini
berdasarkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij
dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadis yang
akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut pada
kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadis
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij
harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadis tersebut.
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا
إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك
عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.
Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat.
Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam
kitab-kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij
dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis,
sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah
untuk melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.[6]
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
1) Kanz al-Ummal
fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
2) Miftah Kunuz
al-Sunnah oleh A.J Wensink.
3) Nashb al-Rayah
fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
4) Al-Dariyah fi
Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan
tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib,
Tafsir, serta Sejarah.
5. Takhrij
Berdasarkan Status Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama
hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian
hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur,
Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka
kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
1) Al-Azhar
al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karangan
al-Suyuthi.
2) Al-Ittihafat
al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan
al-Madani.
3) Al-Marasil oleh Abu
Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat
dipergunakan oleh para peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi
saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima
(maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.
D. Kitab-kitab
yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis
ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij
hadis. Adapun kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hidayatul bari
ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini
disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih
Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab.
Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari
tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan
lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus
tersebut.
2. Mu’jam al-Fazi
wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut
merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang
dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di
mulai juz I-V yang berisi:
a. Daftar urutan
judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama
para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih
Muslim.
c. Daftar awal
matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan
nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan hadis
tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.
3. Miftahus
Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa
al-Tauqiah kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis
yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah
saja. Hadis-hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4. Al-Bughyatu fi
tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said
Muhammad bin Said Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan
menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim
al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai.
Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut tartibi li ahadisi
tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said
As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum
dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad
al-Bagdadi yang dikenal dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya
diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri atas empat jilid.
5. Al-Jami’us
Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman
As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun
dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu
Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam kitab jami’us Sagir
disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari
hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan adapula yang ditulis
sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat
Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya.
Selain hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut
penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6. Al-mu’jam
al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan
orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses
peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor
bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri
Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal
matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal
yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan
demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan
dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah
diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat
digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis,
yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan
Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad
Ahmad.
E. Teks Hadis
1.
Hadis shahih al-bukhari
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِىُّ وَأَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ الْهَمْدَانِىُّ - وَاللَّفْظُ
لِيَحْيَى - قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ الآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى صَالِحٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ
أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ
بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ
عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ ».
2.
Hadis Sunan Ibnu Majah
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وعلي بن محمد قالا حدثنا أبو معاوية
عن الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : - قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (
من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة . ومن
ستر مسلما ستره الله في الدنيا والأخرة . ومن يسر على معسر يسر الله عليه في
الدنيا والأخرة . والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه . ومن سلك طريقا
يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة . وما اجتمع قوم في بيت من بيوت
الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا حفتهم الملائكة ونزلت عليهم السكينة
وغشيتهم الرحمة وذكرهم الله فيمن عنده . ومن أبطأ به عمله لم يسرع به نسبه )
3.
Hadis Musnad Ahmad
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ وَابْنُ
نُمَيْرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ
مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ
إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيمَنْ
عِنْدَهُ وَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُه
4. Hadis Muwatta’ Imam Malik
أخبرنا أبو القاسم حمزة بن محمد الكناني قال أخبرنا محمد بن
جعفر بن الإمام قال حدثنا أحمد بن عبد الله بن يونس قال حدثنا زائدة وهو ابن قدامة
عن الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ما
من رجل يسلك طريقا يلتمس فيه علما إلا سلك بن طريقا إلى الجنة ومن أبطأ به عمله لم
يسرع به نسبه " .
5.
Hadis Sunan
at-Tirmizi
حدثنا محمود بن غيلان حدثنا أبو أسامة حدثنا الأعمش عن أبي
صالح عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من نفس عن أخيه كربة
من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ومن ستر مسلما ستره الله في
الدنيا والآخرة ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا والآخرة والله في عون
العبد ما كان العبد في عون أخيه ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا
إلى الجنة وما قعد قوم في مسجد يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم
السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة ومن أبطأ به عمله لم يسرع به نسبه
حدثنا
محمود بن غيلان حدثنا أبو أسامة عن الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم من سلك طريقا يلتمس به علما سهل الله له طريقا إلى
الجنة
رسول الله صلى الله عليه و سلم
أبي هريرة
أبي صالح
الأعمش
أبو أسامة
محمود بن غيلان
الترمذي
F.
Tentang perowi
At-Tirmizi
Nama
beliau : Muhammad bin ‘Aisy bin Surah bin Musa bin al-Dhahhak al-Salami, Abu
‘Aisy at-Tirmizi Al-Dhariri al-Hafiz. Wafat pada tahun 279 H. Dan belia pada Thabaqah
ke 12 ( صغارالآخذين
عن تبع الأتباع ).
Penilaian
kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : ( Ahad al-aimmah )
2. Al-Dzahabi : Al-Hafizh (الحافظ )
Murid-muridnya
|
Guru-gurunya
|
Abu Bakar Ahmad bin Ismail bin
‘Amir as-Samarqandi
Abu Hatim Ahmad bin ‘Abdullah bin
Daud al-Marwazi at-Tajir
Ahmad bin ‘Ali al-Maqrai
Abu al-Harits Asad bin Hamdawiyah
an-Nasfi
Dll.
|
Mujahid bin Musa bin Furukh
al-Kharizmi
Mahmud bin Khaddasy, Abu Muhammad
at-Thaliqani.
Mahmud bin Ghilani al-‘Adawi
Maulahum, Abu Ahmad al-Marwazi,( نزيل بغداد ) ).
Muslim bin Hatim al-Anshari
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim
al-Qasyiri an-Naisaburi
Dll.
|
Mahmud bin Ghailan
Nama
beliau : Muahammad bin Ghailan al-‘Adawi Maulahum, Abu Ahmad al-Marwazi. Wafat
pada tahun 239 H, lain pendapat sesudahnya. Dan pada Thabaqah ke sepuluh
( كبارالآخذين
عن تبع الأتباع)
Penilaian
kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : Tsiqah
2. Al-Dzahabi : Al-Hafizh (الحافظ )
Murid-Muridnya
|
Guru-Gurunya
|
Imam al-Bukhari
Imam Muslim
Imam at-Tirmizi
Imam An-Nasai
Ibnu Majah
Ibrahim bin Abi Thalib
Dll.
|
Husain bin ‘Ali al-Ja’fi
Abi Usamah Himad bin Usamah
Zaid bin al-Hibab
Sa’id bin ‘Amir al-Dhob’i
Dll.
|
Abu Usamah
Nama
lengkap beliau : Himad bin Usamah bin Zaid al-Qarsyii Maulahum, Abu Usamah
Al-Kaufi. Wafat di Kaufah pada tahun 201 H. dan beliau pada thabaqah ke
Sembilan (من
صغار أتباع التابعين ).
Penilaian
kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : Tsiqah
2. Al-Dzahabi : Al-Hafizh (الحافظ )
Murid-Muridnya
|
Guru-Gurunya
|
Abu Hisyam Muhammad bin yazid
ar-Rifa’i
Muhammad bin Yusuf al-Baikandi
Mahmud bi Ghailan al-Marwazi
Musa bin ‘Abdirrahman al-Masruqi
Dll.
|
Sufyan as-Tsauri
Sulaiman bin Mughirah
Sulaiman al-‘A’masy
Syarik bin ‘Abdillah an-Nakh’i
Syu’bah bin al-Hujjaj
Dll.
|
Al-A’masy
Nama
beliau : Sulaiman bin Mihrani al-Asadi al-Kahili Maulahum, Abu Muhammad
al-Kaufi al-A’masy. Lahir pada tahun 61 H, dan wafat pada tahun 147 atau 148 H.
Dan beliau pada thabaqah ke lima ( من صغار
التابعين).
Penilaian
kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : ثقة حافظ
عارف بالقراءات ، ورع
2. Al-Dzahabi : Al-Hafizh (الحافظ )
Murid-Muridnya
|
Guru-Gurunya
|
al-Hasan bin Hiyas
Hafis bi Giyas
Al-Hikam bin ‘Utaibah
Abu Usamah Hammad bin Usamah
Hamzah bin Habib al-Ziyad
Hamid bin ‘Adurrahman ar-Ruasii
Dll.
|
Yahya bin witsab
Abi Subrah an-Nakh’i
Abi Shalih
Abi as-Safar al-Hamdani
Abi ‘Amar al-Hamdani
Abi Yahya Maula al-Ju’dah
Dll.
|
Abu Shalih
Nama lengkap beliau adalah : Ahmad
bin ‘Asim bin ‘Insiabah al-‘Ibadani, Abu Shalih, Maula Amhanai. Pada thabaqah
ke tiga (من
الوسطى من التابعين ).
Penilaian
kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : Suduq ( ( صدوق
2. Al-Dzahabi : La yahtaju bihi
(لا
يحتج به )
3.
Abu hatim : La yahtaju bihi (لا يحتج به )
Murid-Muridnya
|
Guru-Gurunya
|
Abu Hindun al-Haris bin
‘Abdurrahman al-Hamdani
Sofyan as-Tsauri
Sulaiman Al-A’masy
‘Asim bin Bahdalah
Abu Kulabah bin Zaid al-Jarmi
Dll.
|
Abdullah bin ‘Abbas
Ikrimah Maula ibnu ‘Abbas
‘Ali bin Abi Thalib
Abi Hurairah
Am Hanai
Dll.
|
Abu Hurairah
Nama
beliau adalah : Dalam penyebutan nama beliau banyak perbedaan pendapat, Abu
Hurairah adalah kunniyah ( panggilan ). Dan menurut penelitian para
ulama nama yang masyhur dan benar adalah : ‘Abd Rahman bin Sakhar ad-Daus
al-Yamani. Beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadis Nabi.
Masuk Islam pada tahun ke tujuh hijriah. Ia meriwayatkan Hadis sebanyak 5374
Hadis.
Belia pada
thabaqah pertama dari sahabat. Wafat beliau ada tiga pendapat, yaitu
pada tahun 57, 58, 59 H.
Penilaian kritikus hadis terhadapnya :
1. Ibnu Hajar : Sahabat
2. Al-Dzahabi : صحابى ، كان حافظا متثبتا ذكيا مفتيا
Murid-Muridnya
|
Guru-Gurunya
|
صالح بن درهم الباهلى ( د )
صالح بن أبى صالح ( ت ) مولى عمرو بن حريث
صالح بن نبهان مولى التوأمة ( د ت ق )
صعصعة بن مالك ( د ) ( والد زفر بن
الضحاك بن شرحبيل ( د )
الضحاك بن عبد الرحمن بن عرزب ( ت )
وغيرهم
|
النبى صلى الله عليه وسلم ( خ م د ت س ق )
أُبى بن كعب ( د ت س )
أسامة بن زيد بن حارثة ( س )
بصرة بن أبى بصرة الغفارى ( د ت س )
عمر بن الخطاب ( خ م د ت س ق )
الفضل بن العباس ( م س )
وغيرهم
|
G. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian sanad dari hadis diatas yang
di ambil dari jalur sanad at-Tirmizi, maka dapat diambil bebarapa kesimpulkan :
1. Di lihat dari
segi kualitas dan kapasitas elektual para perowinya dapat dinyatakan para
perawi yang meriwayatkan hadis tersebut di atas tsiqat.
2. Ditinjau dari
segi hubungan periwayatan antara satu perawi dengan perawi lainnya, maka
seluruh sanad hadis tersebut bersambung.
3. Dari segi
lambang-lambang periwayatan hadis sebahagian perawi menggunakan ”
haddasana, akhbarana ” yang menunjukkan seorang perawi memperoleh hadis
tersebut.
Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, dapat dirumuskan
kesimpulan tentang sanad hadis yang di takhrij oleh at-tirmizi, bahwa sanadnya
memenuhi kereateria hadis sahih, dan karenanya dapat dihukumkan bahwa hadis
tersebut bersambung sanadnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lam an-Nubala ,cet
XI, jilid II, Muassasah al-Risalah : Beirut, 1996
Al-Albani, Muhammad Nasiruddin, Shahih wa ad-Dhaif Sunan
At-Tirmizi, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, Juz 5
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis Oleh
Syaikh Manna’ Al-Qaththan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2008
Muhammad
Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia 2004
Nawir
Yuslem, Sembilan Kitan Induk Hadis (Jakarta: Hijri, 2006.
[1] Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis Oleh
Syaikh Manna’ Al-Qaththan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2008), h. 189.
محمد ناصر الدين الألباني صحيح وضعيف سنن الترمذي
[12] Al-Imam
Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lam an-Nubala ,cet XI, jilid II ( Muassasah
al-Risalah : Beirut, 1996 ), hlm. 578