Tidak ada ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih
lagi maqbul yang menyatakan bahwa tidak sah mandi wajib dengan menggunakan
air hangat yang telah dipanaskan dengan panci, periuk, dan sebagainya, selama
tidak kemasukan benda-benda najis seperti; darah, bangkai, kotoran manusia atau
binatang dan sebagainya. Semua air mutlak, yaitu air yang suci dan mensucikan
dapat digunakan untuk berwudlu dan mandi janabah. Allah SWT berfirman:
… وَيُنَزِّلُ
عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاءِ مَاءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهِ …
Bahkan air yang telah dipakai untuk bersuci dapat
digunakan lagi untuk bersuci, berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ ر.ض. قال: كَانَ النِّسَاءُ وَالرِّجَالُ يَتَوَضَّئُونَ عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فيِ إِنَاءٍ وَاحِدٍ يَشْرَعُونَ
بِهِ جَمِيعًا (رواه البخاري و أبو داود و النسائي و
مالك و أحمد)
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a., ia berkata;
Laki-laki dan perempuan pada masa Rasulullah s.a.w. berwudlu pada tempat air
yang satu, mereka semua mengambil air dari tempat itu.” (HR. Bukhari, Abu
Dawud, Nasa`i, Malik dan Ahmad)
Demikian pula air sisa minum binatang yang halal dimakan
dan binatang yang dipandang sebagai binatang yang suci, boleh digunakan untuk
bersuci, berdasarkan hadits:
عَنْ قَتَادَةَ
قَالَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّهَا
لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَوِ
الطَّوَّافَاتِ (رواه الجماعة)
Artinya: “Dari Qotadah r.a., ia berkata; Bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda: ‘Kucing itu tidak najis, ia termasuk binatang yang
selalu ada di sekitar kamu (dalam lingkunganmu)’.” (HR. Jamaah)
Begitu pula air yang bercampur dengan benda-benda suci,
boleh digunakan untuk bersuci.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa mandi
janabah dengan menggunakan air hangat yang dipanaskan dengan panci, periuk, dan
sebagainya dibolehkan.
Pertanyaan
2
Cara tayamum yang diajarkan Rasulullah s.a.w. kepada
sahabat ialah menepukkan kedua telapak tangan ke tempat debu suci yang telah
tersedia, lalu menghembus kedua telapak tangan itu dan menyapukannya ke muka,
kemudian menyapukannya pada kedua tangan sampai pergelangan tangan. Cara ini
berdasarkan hadits:
عَنْ عَمَّارٍ
قَالَ: أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ فَتَمَعَّكْتُ فيِ الصَّعِيْدِ وَ
صَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ اْلأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا
وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “Dari Ammar r.a., ia berkata; Aku pernah
berjanabah dan tidak mendapat air, lalu aku berguling-guling dalam debu dan
shalat. Maka aku sebutkan yang demikian itu kepada Rasulullah s.a.w.. Beliau
berkata: ‘Sesungguhnya cukup kamu melakukan begini’. Lalu beliau meletakkan
kedua tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan tangannya
sampai pergelangan tangannya dengan kedua telapak tangannya itu.” (Muttafaq
Alaih)
Pertanyaan
3
Memakai kain sarung atau celana yang dalamnya melampaui
kedua matakaki pada dasarnya bukanlah sesuatu yang dilarang oleh agama Islam.
Larangan itu berlaku bagi orang yang tujuan memakai sarung atau celana yang
menutupi atau di bawah matakaki itu untuk kemegahan, menyombongkan diri, dan
rasa angkuh yang timbul dalam dirinya. Apalagi sarung atau celana itu sampai
menyapu tanah seperti yang biasa dilakukan oleh raja-raja atau para bangsawan
masa dahulu. Memakai sarung atau celana yang dalamnya sampai menyapu tanah
tidak saja memperlihatkan kesombongan dan keangkuhan seseorang, tetapi juga
dapat mengotori pakaian yang dipakainya.
Sehubungan dengan ini Rasulullah s.a.w. bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ (متفق عليه)
Artinya: “Allah tidak memandang orang yang menjela-jelakan
pakaiannya dalam keadaan menyombongkan diri.” (Muttafaq Alaih)
Yang dimaksud dengan ‘jarra tsaubah’, dijelaskan
oleh hadits menurut lafal Bukhari, yaitu:
مَا أَسْفَلَ مِنَ
اْلكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فيِ النَّارِ
Artinya: “Pakaian yang dalamnya di bawah kedua
matakaki berada dalam neraka.”
Menurut hadits yang ditakhrijkan oleh Bukhari, Abu Dawud,
an-Nasa`i, tatkala Abu Bakar r.a. mendengar pernyataan Rasulullah s.a.w. yang
tersebut pada hadits di atas, beliau menghadap Rasulullah s.a.w. dan berkata:
أَنَّ إِزَارِيْ
يَسْتَرَخَي إِلاَّ أَنْ تُعَاهِدُهُ
Artinya : “Sesungguhnya sarungku menutupi matakakiku”
Rasulullah s.a.w. menjawab:
إِنَّكَ لَسْتَ
مِمَّنْ يَفْعَلُهُ خُيَلاَءً
Artinya: “Sesungguhnya engkau bukan termasuk orang
yang melakukan kesombongan.”
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa boleh
memakai sarung atau celana yang dalamnya di bawah atau menutupi matakaki, asal
tidak terdapat di dalamnya unsur-unsur kesombongan. Dalam pada itu, sarung atau
celana yang menyapu tanah dapat mengotori sarung atau celana tersebut.